21.3.16

HDD vs SSD, Solid State Drive - Cerita Tentang Upgrade Laptop

Bam!! Baru inget kalo gue punya blog.. -.-"
Mumpung lagi sepi, gue mau bagi cerita dikit tentang niat upgrade laptop yang terlanjur upgrade ke Windows10, cuma gegara pengen tau aja Windows 10 itu kayak apa, plus mumpung gratis upgrade dapet original yang membuat hati ini susah banget mau nolaknya.
Dan sekarang nyesel.
Tapi sayang.
Hehe. Baper.

Akhirnya daripada downgrade ke Windows 7 Pro 64 original bawaannya (Dell Inspiron N4030, jadul coy), gue kepikiran buat upgrade hardware aja.
Gue tambah ram ke 4GB lengkap dengan insiden salah clock yg kudunya pake 10600 malah kegantengan dipasangin 12800, dan si layar biru pun terbentang. The friggin' BSOD.
Setelah pake 4GB pun ga signifikan, bahkan udah pake coolingpad gaming yg katanya supercool.  Stabil sih, tapi nggak "melesat" dan tak sesuai harapan.
Ada gap yang cukup besar antara realita dan ekspektasi. Itu adalah definisi "masalah", catet ya.

Akhirnya setelah bongkar2 diktat waktu kuliah Akuntansi Teknik Informatika, diketahui bahwa ternyata gue jarang nyatet dan jarang fotokopi bahan kuliah, dan hal itu juga yang mengingatkan tentang sebuah teori sederhana dari nenek moyang IT bahwa kecepatan sebuah komputer ditentukan oleh 2 hal yg utama: kecepatan komputasi dan kecepatan baca/tulisnya.

Ganti prosesor i3 ke i5 atau i7 untuk mempercepat komputasi? Tentunya sangat tidak disarankan sama dokter gue, karena akan berdampak pada sakit kepala sebelah karena harganya.
Kalo gak bisa upgrade kecepatan komputasi, naekin dong kecepatan baca-tulisnya.
Damn! Kenapa gak kepikiran?

Udah lama dan banyak artikel tentang SSD beredar di media massa yang males bahas politik, tapi karena kebanyakan baca artikel politik, gue sampe ga nyadar bahwa harga SSD saat ini nggak semahal waktu launching.. Akhirnya gue putusin buat ganti HDD gue pake SSD.

Rencana gue pake SSD yg 120GB, dan HDD 320GB diparkir jadi storage, sementara DVD-R/W diistirahatin karena nyaris gak pernah dipake. 

Secara teori, kecepatan baca-tulis SSD jauh lebih cepat dibanding HDD, bisa 100x lipat!  Jadi boleh dong berharap banyak... :)

Bagi anda-anda pembaca yang nyasar kesini, berikut ane kasih perbandingan yang menjadi dasar pengambilan keputusan penggantian HDD menjadi SSD, biar situ ikutan juga...

  • Tidak ada komponen yang bergerak pada SSD, sedangkan pada HDD terdapat head, cylinder, yang nggak berhenti bergerak selama digunakan untuk "mencari" lokasi data yang akan dibaca, sehingga kecepatan baca menjadi sangat jauh lebih efisien.  Bayangin, buat baca data aja si HDD harus muterin dulu piringan datanya sampe ribuan RPM, trus posisi headnya diarahin, baru cari data.  Kalo di SSD, langsung baca aja gan..
  • Karena tidak ada komponen yang bergerak, SSD juga sangat tahan goncangan. Shock Resistant! Jatoh dari loteng juga gpp keleus..
  • Perbandingan kecepatan:
    • Bandwidth 
      • HDD = 125 MB/s 
      • SSD = 550 MB/s
    • I/O Performance
      • HDD = 100 IOPS
      • SSD = 100K IOPS
    • Response Time
      • HDD = 12 miliseconds
      • SSD = 0.05 miliseconds
    • Windows full boot
      • HDD = 63 detik
      • SSD = 23 detik
            • sumber: PCWorld.com
  • Karena tidak ada komponen yang bergerak, maka SSD juga tentunya lebih hemat listrik, lebih dingin, dan tentu saja tidak berisik!
Mudah-mudahan dengan digantinya HDD laptop ini menggunakan SSD, maka performanya akan jauh lebih meningkat, baterai lebih tahan lama, dan tentusaja nggak pake error.
Sementara ini pesanan SSD belum gue pesen, karena masih nunggu restock dari seller (nunggu yg murah memang kudu sabar!).  Nanti proses pemasangan dan hasil akan gue posting lagi..
Reverting soonest!

5.7.12

Sudah Sholat Jum'at? Yakin?



Kita sering menghujat Yahudi dan Amerika, padahal kita sangat dipengaruhi oleh negara tersebut.
Termasuk pelaksanaan Ibadah.  Ya, Ibadah.

Dan kita tidak sadar karena hal ini berlangsung lebih dari satu abad, hingga saat ada yang mengingatkan pun, malah dianggap ngawur dan mengada-ngada.  Dan Anda pun mungkin akan berpendapat demikian, bahkan bisa menganggap sesat.

Karena oleh seorang Amerika, Charles F. Dowd, dimulai dari tahun 1844 melalui Konferensi Garis Bujur Internasional maka standar pergantian hari ditetapkan di Lautan Pasifik  (International Date Line/IDL) pada posisi GMT +12 pukul 00:00.

Dan sejak pemberlakuan IDL itu, waktu di wilayah indonesia dimajukan 28 Jam, satu hari lebih.  Indonesia yang sebelumnya 20 jam lebih lambat dari Mekkah, kini menjadi 4 jam lebih cepat dari Mekkah.  Indonesia masuk hari lebih awal dibanding Mekkah.

Sebelumnya, penentuan ibadah di Indonesia mengacu pada kalender Hijriyah dimana pergantian hari mengacu pada waktu Mekkah pada pukul 06:00 seperti yang digagas Ali bin Abdul Mutalib dan ditetapkan Khalifah Umar bin Khattab.

Jadi, apakah kita benar-benar telah melaksanakan Sholat Jumat di hari Jumat? atau ternyata hari Kamis?
Apakah puasa Senin-Kamis kita sudah benar? atau sebenarnya kita laksanakan puasa Minggu-Rabu?

Saya persilahkan Anda untuk bimbang..

18.6.12

Pamrih

Sore yang cerah dan berangin di musim kemarau.  Seorang pria dengan sepeda motor tuanya melintas di tengah jalan yang sepi.  Di depannya dia melihat seorang wanita paruh baya di tepi jalan, berdiri di samping mobilnya, sebuah VW new Beetle 1.6 automatic.  Sepertinya wanita itu sedang kebingungan dan membutuhkan bantuan.

Kemudian pria itu menghampiri, dari dandanannya tampak jelas bahwa wanita ini bukanlah dari kalangan menengah.  Sebuah Christian Dior melingkar di pergelangan kirinya, sementara sebuah cincin dengan tiga butir permata menghiasi jari tangan kanannya yang erat menggenggam iPhone 4S, sepertinya kehabisan baterai.

"Selamat sore bu, ada yang bisa saya bantu?" Sapa pria itu

Alih-alih menjawab, si wanita ini malah memperhatikan pria di depannya.  Tampangnya lusuh, jaket kumal, sepintas aja bisa dilihat kalau ikat pinggang dan sepatu yang dikenakannya adalah produk KW 2, walaupun merek Crocodile terlihat jelas di situ.  Dari penampilannya dia bisa melihat kalau pria ini orang susah, bisa jadi pengangguran yang sedang cari kerja, atau setinggi-tingginya paling-paling juga karyawan outsourcing.

"Orang ini pasti ada maunya, jangan-jangan dia pura2 mau menolong pedahal mau merampok!" batinnya  menggerutu, galau, risau.

"Bu?" kembali si pria menyapa, ramah.

"Oh, emm.. anu, ban mobil saya kempes, saya nggak bisa gantinya, ini saya lagi tunggu sopir saya, sudah saya telpon" jawabnya seraya menyembunyikan handphone-nya yang mati, khawatir dustanya ketahuan.

"Oh, biar sini saya bantu, sudah sore begini.  Disini jarang ada yang lewat, nanti keburu malam malah ada apa-apa lagi."

"Nggak apa-apa kok.. nggak usah.. biar sopir saya saja."

"Ya sambil menunggu sopir ibu datang, biar saya bantu ganti bannya."

Akhirnya si wanita ini kehabisan alasan,
"Baiklah.." jawabnya seraya membuka bagasi belakang dan membiarkan pria itu mengambil kunci roda dan dongkrak.

"Ibu tunggu di dalam saja, di luar sini dingin" ujar si pria.

"Oke, nggak apa-apa ya saya tinggal" Jawabnya.  Memang itulah yang dia inginkan, segera dia masuk dan mengunci mobilnya dari dalam.

Dengan cekatan pria itu mulai memasang dongkrak dan mengganti ban mobilnya.  Sedikit kesusahan ketika menaikkan ban yang kempes ke tempatnya dengan badannya yang kurus itu.  Setelah semuanya selesai dan mencuci tangannya dari botol air mineral yang terjepit di sepeda motornya, si pria menghampiri jendela mobil dengan maksud berpamitan.

"Sudah selesai Bu, sekarang ibu masih mau mengunggu atau mau melanjutkan perjalanan? Kalau mau menunggu biar saya temani disini."

Dengan sedikit dongkol atas alasan palsu tentang sopirnya tadi, sang wanita menjawab "Oh, sudah terima kasih.  Aku lanjut saja deh, nanti biar sopirku aku telpon biar nggak usah kesini, tadi dia bilang kena macet di kota.  Jadi berapa saya harus bayar?"

"Oh, nggak usah bu, saya hanya bermaksud menolong.."

Si wanita tertegun, sangkaan buruk yang tadi datang bertubi-tubi di kesan pertama, kini berubah menjadi penyesalan.

"Ayolah, ini ambillah.." sambil menyodorkan selembar uang ratusan ribu.

"Maaf Bu, betul, dari awal niat saya hanya menolong, tidak lebih.  Mari Bu.. saya duluan.." ujarnya sambil berlalu menuju motornya.

Setelah empat-lima kali engkol, motornya mengeluarkan asap dari pembakaran oli mesin sebagai efek akibat bocornya piston motor 4-tak tuanya ini, kemudian berlalu sambil membunyikan klakson sembernya sekali, "Mari Bu.."

"Tunggu....!"  Jerit si wanita tadi.

Sang pria berusaha menghentikan laju sepeda motornya dengan susah payah karena kanvas rem yg sudah kadaluarsa, cengkramannya tidak mampu lagi menahan putaran roda sepeda motornya.

"Ada masalah lagi Bu?" tanyanya ramah.

Si wanita turun dari mobilnya, lalu menghampiri "Nama kamu siapa?"

"Wanto Bu, Siswantoro, kenapa ya Bu?"

Akhirnya si wanita menyadari, tanpa bantuan orang ini, mungkin saat ini dia masih sendirian bersama mobilnya yang kempes dan cuaca mulai gelap, sementara dari tadi tidak ada satu kendaraan pun yang lewat di tempat ini.  Jika tak ada pria ini, entah seperti apa nasibnya nanti.

"Berapa yang kamu minta?"

"Nggak Bu, terima kasih banyak.."

"Ayolah, dik Wanto, berapapun akan saya bayar.. berapapun.. sebutkan saja."

"Maaf Bu, bukan saya menolak rezeki, apalagi bermakasud sombong dan meremehkan ibu.. apa yang saya lakukan bukan untuk mencari pamrih.."  si pria tetap bersikeras, yang baru saja dia kerjakan tidaklah seberapa.  Mengganti ban dan menolong orang yang kesusahan, bukanlah mata pencahariannya.

"Jadi, bagaimana saya bisa membalasmu? Saya nggak biasa dan nggak bisa punya hutang, apalagi sama orang asing.  Kamu tinggal dimana?"

"Tidak perlu Bu.  Begini saja, bila suatu saat nanti ibu melihat orang lain membutuhkan pertolongan, saya ingin Ibu mengingat saya, dan berbuat sama seperti saya.  Itu saja Bu.  Mari Bu, saya permisi dulu.."

"Tapi,.." Sebelum si wanita ini dapat melanjutkan kata-katanya, sang pria sudah itu berlalu, membawa serta asap dan bunyi ribut knalpot motor tuanya.

Si wanita terpana untuk beberapa saat, hingga akhirnya tersadar dan kembali menghidupkan mobilnya dan bergegas melanjutkan perjalanannya.

Sepanjang perjalanan, kata-kata terakhir si Wanto, sang pria penolong, terus terngiang dan menyadarkannya.  Betapa selama ini dia selalu mengukur segala sesuatu dengan uang, betapa dia selalu mengharapkan pamrih dari apa yang dia kerjakan, dan menilai semua orang pun sama seperti dirinya, mengerjakan sesuatu demi imbalan, demi uang, karena itulah bisnis, nothing is free in this world.

Bunyi alarm dari fuel-indikator mobilnya menyadarkan lamunan sang wanita, baru dia sadari kalau isi tanki bbm-nya akan habis tidak lama lagi.

"Oh.. tidak.." ujarnya, kembali risau, galau.

Namun risaunya sirna setelah kurang lebih lima ratus meter di depannya dia menemukan pom bensin.  Seorang wanita bergegas menghampiri saat mobilnya masuk ke area pom bensin.

"Ada Pertamax?"

"Premium bu, nggak ada Pertamax."

"Waduh, yang ada Pertamax dimana ya?"

"Kira-kira 30km dari sini bu, ke arah sana" ambil menjunjuk ke arah barat dengan jarinya yang tertutup sarung tangan putih.

"Waduh, bensin saya nggak nyampe kalau 30 kilo, ya sudah, isi premium saja" ujarnya.

"Berapa liter Bu?"

"10 liter saja, yang penting bisa sampai ke pom bensin depan, nanti aku isi lagi disana, aku cari Pertamax."

"Baik bu, dari nol ya.."

Setelah selesai mengisi dan membayar dengan uang pas, dia kembali melanjutkan perjalanannya, namun perutnya yang kosong memaksanya melihat ke sekitar dan akhirnya menemukan sebuah kedai kecil tak jauh dari pom bensin itu, lalu segera mengarahkan mobilnya dan bergegas turun memasuki kedai itu.

Segera matanya menyapu seluruh isi kedai, "Cukup rapi, tapi nggak ada satupun makanan yang mengundang selera" keluhnya dalam hati.  Niatnya untuk mengisi perut langsung diurungkannya.

"Silakan duduk bu, silakan.." sambut seorang wanita muda, ramah.

"Nggak, saya cuma cari minuman dingin aja, ada Miz***?" tanyanya sambil menyebutkan sebuah merk minuman.

"Ada bu, dingin ya? sebentar saya ambilkan, silakan duduk dulu bu.." jawab si pelayan, tetap konsisten dengan keramahannya meskipun calon pelanggan ini ternyata sama sekali tidak berniat untuk membantu meningkatkan omzet jualan makanannya hari itu.

Wanita itu memperhatikan si pelayan yang baru saja berlalu, umurnya mungkin sekitar 26-27 tahun, berambut lurus sebahu yang diikatnya dengan sebuah karet gelang.  Wajahnya biasa saja, namun keramahan pelayanannya yang memberi nilai lebih pada penampilannya.  Keramahan tanpa dibuat-buat, tidak berlebihan seperti keramahan seorang pramusaji di fast-food ayam goreng yang selalu menawarkan CD album terbaru pada setiap pelanggan.

Namun yang paling menarik perhatian adalah perutnya yang besar.  Ya, dia sedang hamil tua, mungkin sekitar delapan atau bahkan sembilan bulan.  Walaupun garis mukanya tak bisa menutupi kelelahannya sebagai wanita yang sedang hamil tua, namun hal itu sama sekali tidak menghalangi aura keramahannya, benar-benar luar biasa.  Sebagai seorang wanita yang juga pernah mengalami masa-masa kehamilan seperti itu, dia tahu persis bagaimana rasanya.

"Silakan bu, ini.."
Sang pelayan menyodorkan sebotol minuman dingin beserta sebuah handuk basah yang hangat.

"Ibu terlihat lelah, habis dari perjalanan jauh ya Bu.  Ini saya bawakan handuk hangat."

"Oh, terima kasih, lelaki atau perempuan? berapa bulan?" jawabnya seraya mengambil handuk, mengusap mukanya sambil mengarahkan pandangannya pada perut si pelayan.

"Sepertinya lelaki bu, menurut hasil pemeriksaan terakhir, ini udah masuk sembilan."

"Nggak istirahat saja? kan capek.."

"Ndak kok bu, sayang kalo sampai tutup, alhamdulillah anaknya juga nggak rewel.." jawab si pelayan sambil memegang perutnya sendiri.

Melihat kondisi kedai yang sepi serta jumlah menu yang disajikan, tanpa dijelaskan pun si wanita sudah memahami dan tidak melanjutkan topik pembicaraannya.


"Jadi berapa?"

"Delapan ribu saja Bu."

"Ini mbak, maaf nggak ada uang kecil." katanya sambil menyodorkan uang seratus ribuan.

"Waduh, kalo begitu tunggu sebentar, saya ke pom sebelah tukar uang dulu ya Bu"

"Ya, nggak apa-apa mbak.  Hati-hati jalannya."

Dengan kondisi hamil tua seperti itu, cukup lama bagi si pelayan untuk mencapai pom bensin yang hanya berjarak dua puluh meter dari kedainya.  Si petugas pom yang tentu sudah mengenalnya dengan baik tanpa basa basi langsung membarter selembar uang itu dengan beberapa pecahan sepuluh dan dua ribuan.  Tanpa dipotong komisi.

Kurang dari sepuluh menit kemudian si pelayan kembali ke kedainya dan mendapatkan wanita tadi sudah tidak lagi di tempatnya.  Namun bukan itu yang membuat kakinya lemas hampir tak berdaya.  Didapatinya sebuah amplop putih yang diselipkan di bawah piring handuk, bertuliskan beberapa baris kalimat yang ditujukan untuknya;

"Aku tahu kamu pasti sedang membutuhkannya.  
Jangan kau anggap ini sebagai beban, apalagi hutang.
Aku pernah ditolong oleh seorang asing, 
dan dia yang mendorongku untuk berbuat seperti ini kepadamu.
Jika kamu memang ingin membayarnya, 
lakukanlah hal yang sama kepada orang lain"

Perlahan dia buka amplop tak bersegel itu, dan didapatinya sepuluh lembar uang ratusan ribu.  Dia nyaris jatuh terduduk jika tak segera memegang kursi dan menenangkan diri.  Duduk termenung dengan airmata berlinang, dari bibirnya dengan lirih meluncur sederet pujian kepada Tuhannya.

Malam itu dia tutup seperti biasa, sekitar jam delapan malam, dan langsung berjalan bergegas menuju rumahnya yang berjarak setengah kilometer dari kedainya.  Sudah hampir jam sembilan malam ketika dia sampai di rumahnya, dan mendapati suaminya tertidur di bale-bale teras, tanpa bantal.

"Mas, bangun mas, ayo pindah ke dalam.."
"Oh, sudah pulang kamu dik, maaf aku ketiduran.. pulang sama siapa?"
"Nggak apa-apa mas, sampeyan kan capek.  Tadi non Erni kebetulan lewat depan kedai." ujarnya. 
"Oh.. syukurlah, aku kira kamu jalan kaki gara-gara aku ndak jemput."
"Nggak apa-apa kok mas" dia menjawab, tanpa harus menceritakan hal sebenarnya.  Sedapat mungkin dia menjaga perasaan suaminya, tanpa harus menyertakan dusta didalamnya.

Suaminya  mendahului masuk dan langsung melanjutkan episode tidurnya yang sempat terpotong, mungkin dengan harapan agar mimpi indahnya pun bisa bersambung tanpa jeda iklan.

Setelah mengunci pintu, mematikan lampu, dan mendapati suaminya sudah kembali terlelap, dia tahu bahwa suaminya sangatlah lelah, semenjak pabrik tempatnya bekerja bangkrut dan dia tidak mendapatkan pesangon, sang suami pontang-panting bekerja serabutan demi untuk biaya persalinannya yang semakin dekat.

Sambil merebahkan diri di samping suaminya, dia mencium keningnya dengan lembut, dan berbisik lirih, sangat lirih..

"Tidurlah sayang, semuanya akan baik-baik saja.  Aku sayang kamu, Mas Siswantoro..."

**end**

Bandar lampung, 18.06.2012
inspired by "What Goes Around, Comes Around", author unknown.

4.4.07

Lagu Rindu

Kerispatih


C----------Dm-----Em----------G
Bintang malam sampaikan padanya

Am-----Em---------F----------G------
Aku ingin melukis sinarmu di hatinya

C-------Dm-----Em------G
Embun pagi katakan padanya

Am--------Em----------F------------G----------
Biar ku dekap erat waktu dingin membelenggunya

Reff:

--Am-------Em------F------G
Tahukah engkau wahai langit

-Am----------Em--------F---------G-
Aku ingin bertemu membelai wajahnya

----Am---------Em-------F-----------Em----
Kan ku pasang hiasan angkasa yang terindah

Dm---------------G-
Hanya untuk dirinya

C--------Dm-----Em-------G
Lagu rindu ini kuciptakan

Am-------Em-------F---------G-------
Hanya untuk bidadari hatiku tercinta

C--------Dm-------Em------G
Walau hanya nada sederhana

Am----------Em--------F------------G-------C
Ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan


Abis ref yg ke-sekian, naekin 2 fret,
Am jadi Bbm, G jadi A, C jadi D, dst.
[tetep, kalo ada yg salah jangan salahin gue..!!]

3.4.07

Tapi Bukan Aku

KerisPatih

G
---------C----------D-----------G
jangan lagi kau sesali keputusanku
----------C----------D------------G
ku tak ingin kau semakin kan terluka
----------Am------D----------G----Em
tak ingin ku paksakan cinta ini ...
---------C-------------D----------G
meski tiada sanggup untuk kau terima

------C----------D-------------Em
aku memang manusia paling berdosa
-----------C---------D---------G------Em
khianati rasa demi keinginan semu ...
--------Am--------------D----G---------F#m----Em
lebih baik jangan mencintai aku dan semua hatiku
----------C----------------D--------------G
karena takkan pernah kau temui, cinta sejati

reff:
Am----------------------D---------------------------G-F#m--Em
berakhirlah sudah semua kisah ini dan jangan kau tangisi lagi
Am----------------------D------------------------G
sekalipun aku takkan pernah mencoba kembali padamu
---------C-----------D-----------G------Em
sejuta kata maaf terasa kan percuma ...
--------------Am----------D------------G
sebab rasa ku tlah mati untuk menyadarinya..

---------C----------D--
semoga saja kan kau dapati
--G-----F#m------Em--
hati yg tulus mencintaimu
------C---D----------
tapi bukan aku..................

(naekin 1 fret ke reff brikutnya)

[bagian yg ini gue belum nyari... besok lagi deh..]

no shift. no caps-lock.

haarrr.. naha kudu sdn6///
--teu make tanda tanya da shift-na ruksak--

kuring mimiti ngarasaan bangku sakola di sdn6 banjar, di bobojong. harita mah kaitung jauh ti imah, da lamun dilampahan mah kira-kira tiluparapat jam leumpangna budak esde. montong lumpat, teu kaci. padahal mah aya esde hiji nu leuwih deukeut, ngan harita pun bapa rada 'diintimidasi' ku guru esde genep tatangga kuring, diwanti-wanti yen kuring kudu sakola esde di dinya, meh kaajar kumanehanana.

kurang leuwih kieu meureun intimidasina;
'pokona lamun teu disakolakeun di sdn6, kuring teu tanggung jawab ka masa depan ieu budak, soalna lamun teu diarahkeun ku sim kuring, ieu budak bakalan jadi musibah pikeun nagara.'
meureun.
tapi da geuning geus kabuktian, ku jalaran si-anu-whose-name-shall-not-be-spoken teu sakola di esde genep, nagara teh jadi loba musibah kieu geuning.. ah.. teu ilu-ilu uing mah..

ti kelas hiji tepi ka kelas tilu, kuring nikeuh leumpang ka sakolaan. karasa ripuhna teh lamun aya buku anu tinggaleun, atuh siga nu diberik ku anjing kajajaden lumpat bulak-balik bakating ku sieun kabeurangan.

nincak kelas opat, alhamdulillah kuring pindah ka jalan cimaragas. halah siah beuki jauh lalampahan ka sakola teh. sanajan beuki jauh, teu nambahan duit bekel teh, kuring ge ma'lum ngarana oge kolot single-parent, tara ieuh menta leuwih, ngan lamun dibere mah teu sudi lamun kudu nolak.

harita kungsi menta pindah sakola, ngan teuing kunaon da teu dibikeun ku sakola, pajarkeun teh cenah keun bae rek kabeurangan unggal poe oge, asal ulah pindah ti sakola ieu.
haarrr....
jigana mah meureun pedah kuring kasep. meureun.
tapi a enya, sainget kuring mah kuring nu pangkasepna...

///geus ah, bijil deui panyakit gumasepna.. bisi beuki parna..///

intinamah, kuring make ngaran sdn6 kujalaran ngarasa reueus.. ;
- ku guruna --pa kartiman is the best
- ku lingkunganana --sanajan di lingkungan desa tertinggal, tapi asri jeung loba jurigna
- ku jauhna..
- ku babaturan nu rata-rata karuleuheu.. urang jadi pangkasepna saharitaeun mah..

...meunggeus!!

Mengenangmu

Kerispatih

C----------------------------
Takkan pernah habis air mataku
Cm------------------------G---Em
Bila ku ingat tentang dirimu ...
Em----------------Am-------
Mungkin hanya kau yang tahu
----------------Dm--------------------G
Mengapa sampai saat ini ku masih sendiri

C-----------------------------
Adakah disana kau rindu padaku
Cm-------------------- G--------- Em
Meski kita kini ada di dunia berbeda
---------------Am--------------
Bila masih mungkin waktu kuputar
----G ------ Dm-----
Kan kutunggu dirimu …

Reff:
--------------G--------------- Bm---- Em------- Am
Biarlah ku simpan sampai nanti aku kan ada di sana
--------C --------- D ----------
Tenanglah dirimu dalam kedamaian
--------------Bm---------------- Em --
Ingatlah cintaku kau tak terlihat lagi
--------------C------ Dm
Namun cintamu abadi …

[Lamun aya konci nu salah tong ngambek ka uing..!]